Naik Motor Dari Jogja Ke Lombok
Sunday, December 20, 2020Minggu lalu, aku baru saja melakukan perjanan touring dengan sepeda motorku dari Jogja ke Lombok selama sekitar 13 hari perjalanan pulang pergi dengan menempuh jarak daratan sekitar 2200 km. Ini pertama kali nya aku touring menempuh jarak sejauh itu dengan sepeda motor. Tadi nya naik motor paling jauh cuma dari Salatiga ke Pekalongan maupun dari Solo ke Purwokerto. Rute yang aku tempuh waktu berangkatnya adalah Jogja, Solo, Sragen, Ngawi, Nganjuk, Mojokerto, Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, Banyuwangi, Denpasar, Kuta, Mataram, sedangkan pulangnya Mataram, Sanur, Banyuwangi, Situbondo, Pasuruan, lalu belok ke Malang, Kediri, Nganjuk, Ngawi, Solo, dan kembali ke Jogja. Tadinya dari banyuwangi mau lewat Jember dan Lumajang, namun karena sedang ada erupsi dan hujan abu di Lumajang, gak jadi lewat sana.
Beberapa hari sebelum berangkat, kondisi sepeda motor sudah disiapkan semua dan berbagai kebutuhan ku selama perjalanan disiapkan. Terutama pakaian, masker, minyak angin, multivitamin, dan obat-obatan karena aku menempuh perjalanan masih di masa pandemi Covid-19. Aku berangkat sekitar jam 9 an siang dari Jogja dalam cuaca yang cukup cerah. Aku sempat beristirahat sejenak di Sragen, kemudian melanjutkan perjalanan lewat Ngawi, dengan kondisi jalan banyak yang rusak. Sampai Mojokerto, pada sore hari, karena sudah merasa kelelahan aku pun mengarahkan kendaraan ke arah koto Mojokerto untuk mencari penginapan. Lalu berisirahat sejenak, di alun-alun Mojokerto sambal minum kopi susu di salah satu coffee corner di situ selama kurang lebih satu jam sambil browsing cari-cari penginapan.
Aku cari budget hotel atau penginapan yang tidak terlalu mahal, yang penting bersih dan bisa tidur cukup nyaman dan motor gak kehujanan. Dapatlah salah satu kost executive di pinggir kota dengan harga gak sampai 100 ribu per malam. Kostnya cukup strategis karena banyak opsi pilihan makan malam dan minimarket. Kamar mandi dalam, AC, springbed, Wifi, dan yang penting kita sudah bawa handuk dan sabun sendiri. Dan benar, malam hari nya hujan sangat deras hingga pagi hari. Setelah bangun dan mandi, kemudian bersiap untuk melanjutkan perjalanan. Cari sarapan dan cemilan sepanjang jalan ke arah Bangil. Aku memang biasanya tidak makan makanan yang terlalu mengenyangkan ketika melakukan perjalanan jauh, kecuali pada malam hari nya. Lebih banyak minum dan makan makanan kecil yang aku makan setiap berhenti 3-4 jam sekali. Untuk riding aku gak ngepush diri untuk tujuan tertentu. Kalau capek ya istirahat, biar motornya juga istirahat. Rata-rata sehari hanya 8 - 9 jam riding biar lebih enjoy dengan perjalanannya.
Hari itu cuaca agak mendung sampai pasuruan, setalah pasuruan baru cuaca cukup cerah. Petunjuk arah ke kota-kota berikutnya cukup jelas sepanjang rute yang aku lewati ini. Jadi sepanjang jalan sampai banyuwangi gak perlu menggunakan Google Map maupun GPS. Yang penting kita ingat dulu kota-kota yang akan dilewati menuju Banyuwangi. Aku sempat berhenti satu jam di kota Probolinggo dan mampir ke bengkel resmi Yamaha untuk mengganti baut windshield yang patah setelah menerjang lubang di jalan raya. Jalanan di rute pantura ini emang banyak yang tidak terlalu mulus. Baru agak mending setelah PLTU Phyton jalanan mulai terasa mulus kembali dengan view laut dan pantai yang cukup memanjakan mata karena jalan nya memang berada di pinggir pantai. Aku sempat berhenti beberapa kali untuk istirahat atau sekedar foto-foto menikmati suasana pantai menjelang memasuki kota Situbondo.
Setelah kota Situbondo, kembali melawati aspal jalan raya dengan kondisi yang bervariasi, ada yang mulus ada yang bener-bener keriting. Namun ketika memasuki perbatasan Banyuwangi, bertemu dengan jalan yang mulus di area Taman Nasional Baluran. Mungkin sepanjang jalan dari Jogja ke Banyuwangi, sebagian jalanan di Nganjuk dan jalan di Taman Nasional ini jalan yang dilewati dengan kondisi aspal yang masih sangat baik. Apalagi ketika melawati jalan di area taman nasional, kondisi jalan agak lembab karena sepertinya baru saja selesai hujan jadi udara sangat sejuk dan karena jalanan sepi bisa gas pol disini, kapan lagi coba. Namun setelah itu jalanan kembali banyak gelombang dan lubang tak terduga sampai memasuki pelabuhan Banyuwangi. Karena sudah magrib, kemudian aku menghubungi teman ku di Banyuwangi untuk meminta rekomendasi penginapan di Banyuwangi. Lalu aku pun mengarah ke salah satu hotel syariah yang berada tidak jauh dari pusat kota. Kemudian kami pun bertemu dan ngobrol di salah satu warung sate sampai malam hari. Saat kembali ke hotel, lelah perjalanan pun mulai terasa di badan. Sehingga aku memutuskan untuk singgah di Banyuwangi lebih lama.
Besok harinya setelah sarapan kami bertemu kembali di kantornya sambil berdiskusi berjam-jam mengenai pekerjaan dan bisnis. Obrolan pun lanjut ke coffee shop di Banyuwangi kemudian malam hari nya jalan-jalan di pantai Boom Banyuwangi yang tidak jauh dari pusat kota. Dia pun bercerita tentang perjalanan nya ke Bali dan Lombok. Dia pun membujuk ku untuk sekalian touring ke Lombok, karena sebenarnya planning ku hanya touring sampai Bali. Besok harinya aku kembali jalan-jalan di sekitar pusat kota Banyuwangi. Terlihat sekali banyak usaha yang terdampak efek pandemi ini, terutama yang berkaitan dengan wisata. Lalu siang harinya antri untuk mendapat surat keterangan bebas atau negatif covid dari dokter di salah satu lab atau klinik kesehatan untuk melakukan test rapid, karena syarat menyebarang ke pulau Bali harus menyertakan surat hasil negative covid yang waktu itu masih berlaku untuk 2 minggu. Karena antri cukup panjang dan hujan deras sampai malam hari, rencana mau menyebrang ke Bali sore jadi aku tunda besok paginya.
Pagi harinya sekitar jam 9 pagi aku berangkat menuju pelabuhan Ketapang untuk menyeberang ke pelabuhan Gilimanuk menggunakan kapal ferry. Tiket nya sudah aku pesan sehari sebelumnya dengan jadwal antara jam 10-12 siang di aplikasi Ferizy. Pemesanan langsung di pelabuhan sudah tidak dilayani. Harga tiketnya Rp. 27.000 tambah biaya admin Rp.2.500 untuk satu orang dan satu sepeda motor di bawah 251 cc. (kendaraan golongan II). Ada pengecekan dari pihak kepolisian untuk sim dan stnk di pintu pelabuhan Ketapang, kemudian baru masuk ke loket untuk cek in tiket yang akan kita beli. Kita akan diberi tiket kertas fisik yang nanti salah satu lembarnya diberikan ke petugas di pintu masuk kapal ferry. Kemudian diarahkan petugas ke kapal ferry yang akan berangkat duluan. Alhamdulillah, dapat kapal dengan kondisi yang bersih dan fasilitas yang cukup lengkap. Meski tidak sebesar kapal ferry yang biasa aku naiki di Merak-Bakauheni. Seru juga pengalaman pertama nyebrang antar pulau pake kapal ferry sambil bawa motor. Karena sebelumnya biasanya naik bis AKAP atau mobil pribadi.
Penyeberangan Ketapang-Gilimanuk hanya membutuhkan waktu tidak sampai 1 jam, begitu turun langsung ada pemeriksaan sim dan stnk dari pihak pelabuhan dan kepolisian, kemudian di pos berikutnya ada pemeriksaan yang dilakukan anggota TNI dan Dishub untuk surat hasil tes rapid dan ktp. Setelah semua clear, baru jalan lagi ke arah Denpasar. Petunjuk arah pun masih cukup jelas. Sepanjang perjalanan kondisi jalan cukup bervariasi, yang paling menyenangkan ketika memasuki Taman Nasional Bali Barat dimana kondisi track lurus dan panjang bikin tangan gatel untuk gas pol dan kondisi jalan yang sepi karena pandemic covid ini. Saat memasuki wilayah Tabanan, kita akan menemui beberapa titik rest area dan juga jalan pinggir pantai dengan pemandangan dan udara yang segar. Aku pun beberapa kali berhenti untuk foto-foto sekaligus beristirahat di pinggir pantai. Kemudian masuk Denpasar cari minimarket buat beli snack dan beristirahat sambil cari-cari hotel.
Aku pun bernostalgia di beberapa lokasi yang dulu aku datangi beberapa tahun lalu waktu liburan ke Bali. Kemudian aku ke arah Sanur dan Kuta karena aku pesan hotel di daerah Kuta. Mampir di KFC Sanut buat beli makanan untuk makan malam, dan sayangnya begitu masuk hotel, waktu cek ini hujan deras turun. Gak jadi deh nongkrong pinggir pantai buat liat sunset Kuta. Akhirnya cuma berendem air hangat di bath up kamar mandi sambil melepas lelah. Hujan nya cukup awet, sampai malam hari. Aku agak kaget dengan kondisi sepi di sekitaran Kuta, yang biasanya kalau weekend sangat ramai, ini benar-benar sepi. Tidak satu pun wisataman asing yang terlihat sliweran seperti biasanya. Yang ada mungkin wisatawan lokal dari Jawa. Pandemi ini benar-benar berdampak pada daerah-daerah yang pemasukan utama nya adalah pariwisata. Harga hotel-hotel pun di diskon cukup besar, seperti yang aku dapat ini, 200 ribu udah dapat kamar hotel yang luas, fasilitas kamar lengkap, dan kamar mandi nya dah bath up.
Malam harinya di hotel aku masih belum memutuskan apakah akan nyebrang ke Lombok atau muter-muter sekitaran Bali aja. Pagi hari nya aku kemudian ke arah Kuta, dan berhenti sejenak. Pantai pun sangat sepi bahkan jalan raya pinggir pantai Kuta sangat sepi. Ada beberapa wisatawan asing yang terlihat sedang bersepeda, tapi tak ada yang berada di pinggir pantai. Padahal ini hari Minggu. Abis itu muter-muter sejenak, lalu ke arah Sanur. Kondisinya berbanding terbalik. Dari jalan dan pantainya sangat ramai oleh wisatawan dan penduduk local yang berolah raga maupun Sunmori. Jalanan cukup padat, jadi bikin agak males. Akhirnya cuma berhenti untuk makan di salah satu restoran. Lalu aku lanjut lagi ke arah pelabuhan Padang Bai. Di jalan ini aku bertemu dengan orang klub motor Yamaha, kemudian aku putuskan untuk nyeberang ke pulau Lombok.
Di pelabuhan Padang Bai tidak ada pemerikasaan kendaraan maupu pemeriksaan surat-surat tes rapid. Tiket kapal ferry di beli on the spot di loket yang berada di pintu masuk pelabuhan Padang Bai. Harga tiketnya untuk sepeda motor ketegori Golongan II adalah Rp 146.000 untuk penyeberangan pelabuhan padang bai Bali ke pelabuhan lembar di Lombok. Karena pas ada keberangkatan kapal jadi gak nunggu lama di pelabuhan dan cuaca juga terlihat cukup bersahabat. Perjalanan ini menempuh waktu sekitar 4 jam an dari kapan mulai berjalan hingga turun dari kapal. Kapal ferry nya sedikit lebih besar di banding penyebarangan ketapang-gilimanuk. Di atas kapal jadi ngobrol dengan beliau yang cukup senior di komunitas motor Yamaha di Lombok, bahkan sampai dibantu cari penginapan dan menyarankan rute-rute touring di Lombok. Begitu bersandar di pelabuhan Lembar, tidak ada pemeriksaan sama sekali lalu aku ke arah hotel di tengah kota Mataram yang sudah aku pesan ketika berada di atas kapal.
Kondisi jalannya mulus sekali, sangat berbeda dengan jalan raya di Sumatra maupun pantura. Dari pelabuhan ke hotel tidak sampai 1 jam. Hotelnya meskipun tidak terlalu mewah, tapi ada parkiran yang tidak membuat motor kehujanan, AC, kamar mandi dalam, springbed, deket dengan minimarket, pusat kota, dan tempat makan. Harganya pun cuma sekitar 100 ribuan/malam. Bahkan malam pertama gratis, karena aku menukar poin app travel yang aku gunakan. Badan sudah gak sekaget seperti ketika perjalanan Jogja-Banyuwangi. Jadi dari Banguwangi-Bali-Lombok terasa lebih rileks. Malam harinya setelah makan malam hujan pun turun, dan tidur makin nyenyak.
Besok harinya setelah melihat prakiraan cuaca aku pun melaju ke arah Kuta Mandalika, jalanan nya benar-benar mulus, sepi, dan lebar. Hanya saja angin nya sedang sangat kuat. Lalu menelusuri jalan sepanjang Tanjung Aan setelah melihat area pembangunan sirkuit Mandalika. Aku berenti cukup lama di pantai Kuta Mandalika ini. Berkeliling, foto-foto, dan minum air degan segar dipinggir pantai waktu panas terik memang sesuatu. Setelah itu aku lanjut ke Pantai Tanjung Aan dan juga sempat sebentar ke pantai Selong Belanak. Rute dari Kuta ke Selong Belanak ini memiliki pemandangan yang cukup asik buat touring. Besok harinya aku menyusuri Kota Mataram ke arah Senggigi dan Pamenang. Rute nya benar-benar menyenangkan untuk touring karena jalanan sepi akibat masa pandemi, kondisi aspal yang mulus, serta pemandangan sepanjang jalan yang memanjakan mata. Sempat juga muter-muter arah Praya, bandara, dan juga Islamic Center Lombok. Aku berada di Lombok sekitar 3 hari kemudian aku bersiap untuk pulang kembali ke tanah Jawa.
Bersambung … ke : Naik Motor Dari Lombok Ke Jogja
0 comments