Pernahkah anda melihat seorang pembeli yang marah-marah di depan seorang salesman karena mengeluhkan kualitas produk yang dijualnya? Atau seseorang yang menggebrak meja seorang frontliner karena dia merasa tidak puas akan pelayanan jasa yang diberikan perusahaan? Atau mungkin Anda sendiri yang pernah merasa tidak puas terhadap pelayanan atau kualitas produk dari suatu perusahaan? Bahkan mungkin Anda merupakan petugas atau perwakilan perusahaan yang biasa menghadapi komplain dari para customernya? Banyak kemungkinan yang terjadi ketika terjadi ketidakpuasan terhadap sesuatu karena memang sifat dasar manusia yang tidak pernah merasa puas. Faktor-faktor dari perusahaan tertentu yang kurang memperhatikan kepuasan konsumen atau pelanggannya dan hanya memperhatikan keuntungan finansial saja, bahkan mungkin ketidakprofesionalan petugas/karyawan ketika menangani pelanggan atau klien secara langsung menyebabkan terjadinya ketidakpuasan pelanggan ataupun konsumennya. Ketidakpuasan bisa saja terjadi dialami konsumen dan terjadi diberbagai perusahaan. Apabila terjadi ketidakpuasan, paling tidak terdapat beberapa kemungkinan respon pelanggan :
Pertama, tidak melakukan apa-apa. Maksudnya, mereka tidak menyampaikan komplainnya kepada siapa pun. Kemungkinan hal ini terjadi karena mereka memiliki pengertian yang tinggi, merasa maklum terhadap ketidakpuasan yang terjadi terhadap produk maupun jasa, atau mungkin tipe konsumen yang tidak banyak mengeluh. Namun, tidak sedikit diantara mereka praktis langsung beralih ke produk lain, pemasok jasa lain atau penyedia jasa lain.
Kedua, kemungkinan untuk berhenti membeli produk/jasa perusahaan yang bersangkutan ataupun menyampaikan negative/bad word of mouth kepada keluarga, rekan sejawat, maupun orang dekat lainnya (private action). Informasi negatif semacam ini biasanya mengalir cepat dan berdampak negatif pada citra perusahaan maupun sikap pelanggan terhadap penyedia jasa dan produknya. Akibatnya, perusahaan bisa kehilangan banyak pelanggan potensial maupun pelanggan saat ini yang beralih ke pesaing.
Ketiga, kemungkinan untuk menyampaikan komplain secara langsung atau pun meminta kompensasi atau perbaikan dalam berbagai bentuk kepada perusahaan maupun penyalurnya. Bila ini yang terjadi, sesungguhnya perusahaan memperoleh “berkah tersembunyi” (blessing in disguise). Paling tidak, perusahaan mendapat umpan balik berharga dari berbagai komplain yang disampaikan dan ada peluang untuk mengatasi masalah sebelum menyebar luas (apalagi sampai merusak citra atau reputasi perusahaan). Bila komplain berhasil ditangani secara efektif dan memuaskan, konsumen yang semula tidak puas bisa berubah menjadi puas dan tetap akan membeli/menggunakan produk/jasa perusahaan. Ini sangat kontras dengan konsumen yang langsung berhenti memakai jasa perusahaan tanpa menyampaikan komplain. Perusahaan tidak akan bisa mengetahui penyebab kekecewaan mereka dan melakukan perbaikan.
Keempat, kemungkinan mengadu ke media massa. Misalnya menulis di surat pembaca surat kabar, mengungkapkan ketidakpuasan terhadap produk atau jasa dalam acara diskusi di media televisi maupun radio, membuat catatan atau artikel di media internet, atau bahkan membahasnya dalam komunitas mailing list (milis) maupun jejaring sosial di internet.
Kelima, kemungkinan respon secara retaliasi, dimana pelanggan yang tidak puas secara sengaja melakukan sesuatu yang “menyakiti” atau membalas dendam pada perusahaan produsen atau penyedia jasa. Tindakan yang diambil bisa beragam bentuknya, seperti merusak barang dagangan di toko atau pajangan di ruang kantor perusahaan, membiarkan item-item barang dingin beku mencair di luar mesin pendingin, secara sengaja memindahkan atau menyembunyikan item-item produk tertentu pada rak pajangan, atau merusak fasilitas perusahaan.
Keenam, kemungkinan mengadu ke lembaga konsumen atau instansi pemerintah terkait, ataupun menuntut produsen/penyedia jasa secara hukum. Ini merupakan bentuk komplain yang paling ditakuti oleh perusahaan. Karena secara langsung hal seperti ini akan mendapat liputan dari media massa, menarik perhatian pemerintah yang berwenang, banyak orang yang akan membicarakannya terutama pada sisi negatifnya, dan merusak citra perusahaan. Komunikasi pemasaran dan public relation memegang peranan vital dalam mengantisipasi dan menangani kemungkinan terjadinya bentuk komplain ini.
Apapun kemungkinan respon komplain yang akan dikemukakan pelanggan atau konsumen, kembali ke karakter atau tipe masing-masing konsumen atau pelanggan dan bagaimana sikap dan kesabaran para perwakilan dari perusahaan yang menangani atau menghadapi langsung komplain yang terjadi. Terdapat tiga tipe pelanggan/konsumen complainer yang bisa dikategorikan menurut Denham (1998) yaitu :
• Active complainers, yakni mereka yang memahami haknya, asertif, percaya diri, dan tahu persis cara menyampaikan komplain. Bila ekspektasi mereka akan pelayanan dan nilai value tidak terpenuhi, mereka akan menyampaikan komplainnya ke perusahaan yang bersangkutan. Tipe pelanggan semacam ini, sangat berharga bagi perusahaan yang menyadarinya, karena mereka cenderung menginformasikan dan mencari solusi atas setiap komplain yang mereka rasakan. Dengan demikian perusahaan masih berpeluang untuk melakukan perbaikan dan memuaskan mereka.
• Inactive complainers, yakni mereka yang lebih suka menyampaikan keluhan kepada orang lain (teman, keluarga, rekan kerja) daripada langsung kepada perusahaan yang bersangkutan. Mereka cenderung langsung berganti pemasok dan tidak pernah kembali lagi ke perusahaan yang mengecewakan mereka. Dengan demikian, peluang perbaikan bagi perusahaan praktis tidak ada.
• Hyperactive complainers, yaitu mereka yang selalu komplain terhadap apa pun. Tipe ini bisa disebut chronic complainers yang kadang kala berlaku kasar dan agresif. Mereka ini hampir tidak mungkin dipuaskan karena tujuan komplain nya lebih dilatarbelakangi keinginan untuk mencari “untung” .
Apapun respon ketidakpuasan konsumen yang tidak terjadi, kembali ke perusahaan untuk merespon dan menyikapinya. Jika perusahaan tersebut memang memiliki komitmen dan konsistensi untuk memperbaiki pelayanan dan kualitas produk/jasa mereka, perusahaan pasti akan memberikan respon yang positif dan berusaha semaksimal mungkin untuk memperbaikinya. Perusahaan harus bisa memilah dan menyikapi mana komplain yang bersifat membangun dan penting dan yang mana komplain yang hanya “sekedar” komplain. Dan tidak membiarkan respon pelanggan ini berlangsung berlarut-larut. Karena tidak sedikit perusahaan yang hanya mementingkan keuntungan finansial belaka dan mengandalkan petugas lini depannya seperti customer service, public relation, frontliner, dan semacamnya sebagai tameng dan membiarkan masalah pelayanan jasa maupun produk yang terjadi menjadi berlarut-larut dan semakin mengecewakan pelanggan.
Sumber : Pengalaman pribadi plus kutipan dari buku Fandy T., Service Marketing, Markensis, Jakarta. :)