Mudik ke Lampung dengan sepeda motor adalah salah satu hal yang ingin ku coba setidaknya minimal sekali seumur hidup sejak mulai merantau untuk kuliah di Jogja. Bahkan, beberapa sepupuku yang juga kuliah di Jogja, juga pernah mudik ke Lampung naik sepeda motor. Nah, akhirnya ada waktu dan kesempatan untuk mewujudkan nya minggu lalu. Karena kondisi masih pandemi covid, aku pun mempercepat mudik yang tadinya rencana di akhir bulan puasa, menjadi beberapa hari sebelum memasuki Ramadan. Karena aku memperkirakan pasti akan kembali dilakukan pelarangan mudik oleh pemerintah seperti tahun lalu menjelang hari raya idul fitri. Apa lagi kalo riding di bulan puasa, bisa jadi aku malah gak ikutan puasa. Lagi pula beberapa anggota keluarga di rumah sedang sakit, jadi mereka memintaku untuk segera pulang. Jadi seminggu sebelum Ramadan pun aku bersiap untuk mudik.
Setelah sepeda motor di service, ganti oli, dan pengecekan menyeluruh untuk perjalanan jauh, aku pun menyiapkan berbagai kebutuhan ku selama di perjalanan dan juga barang-barang yang akan aku bawa pulang, termasuk laptop kerja, peralatan kamera, beberapa tools, dan juga pakaian cukup banyak karena kali ini kemungkinan aku akan berada di rumah ibu ku cukup lama. Aku mengambil rute lewat jalur tengah, karena mau mampir ke tempat saudara di purwokerto. Jadi rute yang akan ku lewati adalah Solo – Salatiga – Temanggung – Wonosobo – Banjarnegara – Purwokerto – Songgom – Brebes – Cirebon – Jatibarang – Lohbener – Pamanukan – Cikampek – Cikarang – Bekasi – Jakarta – Tangerang – Cinamprak – Banten – Cilegon – Merak – Bakauheni - Panjang – Bandar Lampung.
Berangkat dari Solo sudah jam 11 siang karena pagi harinya ada beberapa urusan yang harus diselesaikan. Kemudian jalan dan kulineran sejenak di Boyolali untuk makan siang. Lalu mengarah ke Temanggung dan Wonosobo. Sejak dari Parakan sudah hujan deras dan berkabut. Pakai jas hujan terus sampai kota Purwokerto. Sampai purwokerto jam 5 an sore dalam kondisi cuaca gerimis, kemudian mampir di warung makan cukup lama untuk isi perut dan ngecas hp. Lalu menuju rumah saudara ku untuk menginap disana dan beristirahat. Aku berada 2 hari di purwokerto. Lalu sekitar jam 8.30 pagi aku kemudian melanjutkan perjalanan ke arah Brebes untuk lewat jalur pantura nantinya. Kondisi jalan dari Purwokerto – Songgom – Brebes ini hanya sedikit yang mulus, sisanya benar-benar bikin tangan pagel karena harus hati-hari dengan lobang jalan yang rusak, beton yang sudah tidak mulus, aspal bergelombang. Jadi gak bisa dibawa untuk agak ngebut. Padahal sebenarnya kalau jalan nya mulus, pemandangan alam di jalur ini lumayan lah. Petunjuk jalannya cukup jelas, jadi google map masih belum aku pakai. Kondisi jalan juga ramai lancar, tidak sepi seperti ketika dari Solo – Wonosobo.
Baru setalah memasuki pantura Brebes, kondisi aspal jalan raya mulai agak mending untuk memacu kendaraan lebih cepat. Apalagi ketika di area Cirebon dan Pamanukan banyak jalan lurus panjang, jadi bisa gas pol. Tapi ketika mulai masuk Cikampek dan Cikarang kondisi jalan berlubang mulai harus ekstra hati-hati terutama bagi pengendara roda dua. Ada juga beberapa aspal yang dibuat bergaris, sepertinya disiapkan untuk perbaikan jalan, namun belum dilaksanakan, bisa sangat membahayakan pengendara sepeda motor dan mobil ukuran kecil. Sampai di cikampek – cikarang, jalanan macet parah karena memang sampai sana sudah mulai sore, jam pulang karyawan pabrik, ditambah titik perbaikan jalan, jembatan, dll jadi akhirnya sampai Bekasi udah magrib. Tangan udah cape karena 3 jam an menembus kemacetan parah akhirnya aku berenti untuk istirahat dan makan. Lalu cari-cari penginapan di depan di area yang nanti bakal di lewati. Masuk penginapan sekitar jam 19.45 WIB setelah beli snack dan juga sarapan roti untuk besok harinya.
Jam 8.30 pagi keluar dari penginapan di Bekasi kemudian mengarah ke Jakarta. Google map sudah ku aktifkan sejak berangkat, karena mulai wilayah sekitar sini aku sangat awam hingga daerah pelabuhan Merak. Karena biasanya kalau lewat jalur darat arah sini pasti lewat jalan tol sampai merak. Jalanan agak sepi karena hari ini long weekend. Jadi lewat jalan raya di Jakarta tanpa bertemu dengan kemacetan. Baru mulai macet ketika masuk wilayah Tangerang. Aku baru berenti istirahat ketika sudah sampai Banten di siang hari. Jalanan dari Tangerang ke Banten dan ke CIlegon hampir semua full beton yang tidak rata. Aku cuma mengikuti jalan sesuai arahan dari Google Map. Jalan ini sangat sepi, bahkan banyak melewati wilayah pedesaan dan kanan kiri jalan masih sawah luas dengan cuaca cukup panas terik.
Ketika memasuki kota Cilegon sekitar jam 1 an siang, mampir ke ATM untuk pesan tiket penyeberangan Merak – Bakauheni secara online. Nah disini lah letak miss nya aku yang bikin perjalanan ini molor cukup lama. Aku masih menganggap penyeberangan ini masih sepi karena pandemi, seperti ketika aku nyebarang ke Bali, akhir tahun lalu. Jadi aku kehabisan tiket kapal untuk yang sore hari, jam 4 atau jam 5 untuk penyeberangan dermaga excutive atau express. Karena aku pengen aja nyoba lewat dermaga executive yang katanya nyebarangnya lebih cepet. Akhirnya aku pesan yang jam 6 sore dengan anggapan sampai pelabuhan langsung bisa masuk, kayak waktu di pelabuhan Ketapang. Harga tiket ferry untuk kendaraan golongan II dan 1 penumpang express adalah Rp. 95.000 sedangkan untuk penyeberangan regular adalah Rp. 51.000. Pesannya harus secara online melalui aplikasi Ferizy atau bisa juga di dalam ruang tunggu dermaga executive yang dibuat mirip swalayan ini.
Nah ternyata hari itu adalah long weekend, sampai di dermaga executive sampai jam 2 an siang, antrian udah sampai pintu masuk dermaga executive. Bahkan buat nyelap nyelip motor aja setelah loket dah gak bisa kalau mobil di depan gak gerak. Tanya petugas pun tetap gak bisa, karena system cek in tiket online baru bisa ditukarkan tiket fisik, jika penumpang sudah memasuki jam cek in dari jam keberangkatan, yaitu 2 jam dari jam keberangkatan. Kalau lagi sepi sebenarnya bisa, namun karena ternyata antrian mobil dan penumpang cukup banyak jadi ya mereka ikut protocol. Tadinya mau pindah ke dermaga 1 dan beli tiket regular, tapi petugasnya bilang disana juga antrian agak panjang tapi nyebarangnya lebih lama, jadi bakal sama aja. Tapi ya udah lah, akhirnya dinikmati sajam dan aku masuk ke ruang tunggu dermaga executive Merak ini dan parkir di dalam dan jalan-jalan keliling kemudian cari makan di salah satu restaurant sambil ngecas hp yang udah low bat. Dermaganya benar-benar cukup bagus untuk ukuran di Indonesia. Waktu itu tidak pemeriksaan surat-surat kendaraan maupun test rapid covid di penyeberangan Merak - Bakauheni ini, seperti kalau kita mau nyebrang ke pulau Bali.
Setelah jam 4 sore, kemudian aku kembali menuju loket antrian kendaraan yang udah sampai pintu ke luar pintu masuk dermaga. Nunggu disana sampai hampir jam 6 sore dan akhirnya ada celah kendaraan roda 2 untuk maju. Pengaturan antrian kendaraan roda dua di dermaga executive merak ini sangat buruk, tidak seperti di pelabuhan ketapang, gilimanuk, maupun pelabuhan lembar. Rute antrian kendaraan roda dua sering tertutup oleh kendaraan roda 4 maupun bus, karena tidak ada yang mengatur. Calo kendaraan besar pun banyak berkeliaran dengan sepeda motor di pelabuhan executive ini padahal banyak petugas jaga dari TNI, Polri, maupu ASDP. Sayang sebenernya, dermaga nya udah bagus, tapi masih kalah sama yang kayak gini.
Akhirnya jam 6 sore ada pergerakan dari mobil-mobil depan. Kami yang naik motor ada selah untuk maju ke mulut kapal, lalu dibilang 6 sepeda motor masih cukup di atas. Aku dan beberapa pengendara sepeda motor pun langsung naik ke atas kapal ferry yang hampir penuh ini. Begitu naik kapal kemudian hujan gerimis. Meski kapal sudah penuh dan pintu masuk kapal sudah ditutup, tapi kapal baru berangkat dari Merak jam 7 malam. Rata-rata kapal yang menggunakan dermaga executive ini memang lebih nyaman dan terlihat lebh terawat. Di tengah laut ketika kapal ferry jalan, terjadi hujan yang sangat deras sekitar 20 menit. Sampai di pelabuhan Bakauheni sekitar jam 20.30. Karena aku masuk terakhir, berarti aku turun duluan dari kapal ini. Tidak ada pemeriksaan kendaraan masuk di pelabuhan bakauheni seperti di pelabuhan gilimanuk. Di atas kapal ini aku juga bertemu dengan orang yang berangkat naik motor dari Jogja, jadi kami motoran bareng sampai daerah Pasir Putih. Kami menempuh jalan malam hari cukup kencang, ketika jalanan lurus panjang dan mulus langsung gas pol, kalau pas bergelombang ya agak santai.
Masuk daerah Panjang hujan deras, jadi pakai jas hujan sampai rumah. Sampai rumah di Tanjung Karang Barat sekitar jam 22.40. Alhamdulillah selamat sampai tujuan. Perjalanan naik motor dari Solo – Lampung ini terasa lebih melelahkan dibanding ketika naik motor dari Jogja Ke Lombok tahun lalu. Mungkin kondisi jalan raya dan cuaca yang membuat jadi lebih capek. Tapi akhirnya keinginan untuk mudik naik motor ke Lampung bisa kesampaian juga. Belum tau kapan bakal balik ke Solo lagi, liat situasi disini. Apalagi area penyekatan wilayah di perbatasan Lampung cukup ketat untuk plat luar daerah, dan waktunya diperpanjang. Itu aja si, pengalaman ku mudik ke Lampung naik motor tahun ini sebelum Ramadan.