Berkali-kali aku mengunjungi kota ini tapi baru minggu lalu bisa terealisasikan untuk mengunjungi tempat ini. Lawang Sewu Semarang. Pertama kali aku main ke Semarang sekitar 9 tahun yang lalu. Dan salah satu tempat yang bikin penasaran untuk didatangi adalah bangunan Lawang Sewu ini. Dulu kalo ke Semarang, aku selalu menginap di kost salah satu teman baik ku yang kuliah di Semarang. (maaf bro Angga, selalu merepotkanmu. hehehe). Tapi kalo diajak ke Lawang Sewu pasti tiba-tiba gak jadi pergi maupun kemudian muncul cerita-cerita mistis yang membuat kami mengurungkan niat untuk mengunjungi Lawang Sewu. Paling mentok cuma berenti depan Lawang Sewu malem-malem dan liat dari luar. Sampai akhinya minggu lalu, aku mampir ke tempat ini setelah menyelesaikan urusanku di Semarang.
Untuk menuju Lawang Sewu di Semarang cukuplah mudah karena bangunannya terletak di tengah kota. Tinggal mengikuti petunjuk jalan menuju Tugu Muda yang terletak di depan Lawang Sewu. Penunjuk jalannya cukup jelas semenjak masuk kota Semarang atau kalo dari Simpang Lima. Penginapan atau hotel juga banyak terdapat di dekat lawang sewu. Bahkan beberapa cukup dekat untuk bisa diakses dengan jalan kaki. Sampai di tempat, area parkirnya untuk pengunjung ternyata tidak ada karena pengunjung tidak boleh parkir di area dalam Lawang Sewu, karena area parkirnya tidak terlalu luas. Mungkin hanya untuk managemen pengelola Lawang Sewu. Pilihan parkir hanya bisa dilakukan di jalan sempit sebelah Lawang Sewu dan kalo mau agak nyaman di swalayan atau area perbelanjaan dekat Lawang Sewu yang bikin kaki agak pegel kalo pas pulangnya karena jaraknya gak bisa dibilang deket banget.
Setelah parkir, kemudian jalan kaki ke Lawang Sewu, lalu masuk melalui pintu gerbang utama dan membayar tiket masuk 10 ribu rupiah untuk orang dewasa, dan 5 ribu rupiah untuk anak-anak maupun pelajar. Disediakan tour guide bagi rombongan yang membutuhkannya. Begitu masuk dan melihat bangunannya sekarang tampak sekali hasil pemugarannya dan gak kerasa angker lagi. Karena bangunan tampak lebih bersih, dicat, dan terawat. Beda sekali dengan dulu, karena kalo dulu lewat lawang sewu, terutama pas malam hari kerasa kayak ada yang lagi ngeliatin. Sekarang terasa lebih nyaman. Apalagi di tengah halaman yang terletak di tengah area Lawang Sewu ada grup musik keroncong yang memainkan lagu-lagu Jawa dan lagu-lagu kenangan dan para fotografer yang menawarkan jasa untuk foto dan cetak di Lawang Sewu, serta pengunjung yang duduk-duduk maupun berfoto.
Waktu kemaren kesana lagi cukup rame, karena ada rombongan anak-anak SMP dari luar Jawa Tengah yang lagi study tour kayaknya. Ada juga rombongan keluarga yang menikmati akhir pekan mereka disini. Banyak yang pada selfie atau duduk-duduk sambil ngobrol dan bikin-bikin foto lucu-lucuan dengan teman mereka. Area di Lawang Sewu yang sudah direnovasi ini memang cukup fotogenik untuk dijadikan tempat berfoto. Fasilitas disini juga cukup memadai dari toilet-toiletnya yang cukup bersih dan wangi, ada mushola, penjual minuman, area pameran foto dan lukisan, museum, catatan-catatan sejarah tentang Lawang Sewu, dan juga adanya penjaga yang berkeliling mengamati para pengunjung dan memastikan keamanan di tempat ini.
Disebut Lawang Sewu, karena bangunan ini memiliki pintu (lawang) yang berjumlah sangat banyak. Sehingga terkesan sampe seribu (sewu).Padahal si katanya pintunya gak sampe seribu pintu, cuma ratusan. Cuma kalo misalnya jumlah pintu, jendela, daun pintu, dan daun jendela di bangunan ini semua dihitung katanya si bisa sampe lebih dari seribu. Entah bener atau gak, aku sendiri tentu saja gak ngitung. Bangunan peninggalan kolonial Belanda ini mulai dibangun sekitar tahun 1904 dan telah mengalami berbagai alih fungsi sampai akhirnya sekarang menjadi semacam museum di Semarang.
Bangunan kuno dan megah dimasanya ini, didesain oleh
Prof. Jacob F. Klinkhamer (TH Delft) dan B.J. Ouendag, arsitek yang berdomisili
di Amsterdam. Seluruh proses perancangan dilakukan di Belanda, baru
kemudian gambar-gambar dan desain dibawa ke kota Semarang. Awalnya bangunan
tersebut didirikan untuk digunakan sebagai Het Hoofdkantoor van de Nederlansch
Indische Spoorweg Maatscappij (NIS) atau Kantor Pusat Perusahan Kereta Api
Swasta NIS. Setelah masa kemerdekaan Indonesia dipakai sebagai kantor Djawatan Kereta Api
Repoeblik Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api Indonesia. Selain itu
pernah dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam
IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Perhubungan Jawa Tengah.
Pada masa perjuangan gedung ini memiliki catatan sejarah tersendiri yaitu
ketika berlangsung peristiwa Pertempuran Lima Hari di Semarang. Gedung tua ini
menjadi lokasi pertempuran yang hebat antara pemuda AMKA atau Angkatan Muda
Kereta Api melawan Kempetai dan Kidobutai, Jepang. Kini Lawang Sewu direnovasi
dan dikelola oleh Unit Pelestarian benda dan bangunan bersejarah PT Kereta Api
Indonesia (Persero) dan menjadi salah satu tempat wisata andalan kota Semarang yang banyak dikunjungi wisatawan lokal dan mancanegara.
Aku sendiri kemari cuma pengen mampir liat dan motret arsitekturnya aja sih. Karena beberapa tahun lalu pernah lewat mau mampir namun sedang ditutup karena masih dalam proses renovasi. Sayangnya ada beberapa lokasi di dalam gedung yang masih ditutup atau pengunjung tidak diijinkan masuk yang terlihat dari tanda yang dipasang. Mungkin karena masih ada yang dalam proses perawatan kali ya atau ada alasan lain yang aku kurang tau. Aku pun gak cari tau soal ruang bawah tanah yang katanya si cukup angker. Aku sendiri berada di Lawang Sewu sampai jam 14.30. Kemudian melanjutkan perjalanan menuju Masjid Agung Jawa Tengah, yang jadi salah satu tujuan utamaku berkunjung ke Semarang kali ini. Lain kali pengen ke Lawang Sewu lagi tapi pas malam hari biar dapat suasana foto yang berbeda. Semoga bermanfaat.